Karya Tulis Ilmiah

“Tan Malaka, Soe Hok Gie, dan Tugas Kemerdekaan Lombok Barat Hari Ini”

×

“Tan Malaka, Soe Hok Gie, dan Tugas Kemerdekaan Lombok Barat Hari Ini”

Sebarkan artikel ini
Lukmanul Hakim Kepala departemen kajian dan advokasi

Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, itu bukanlah sekadar penanda putusnya belenggu kolonialisme, melainkan pintu menuju cita-cita besar: Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. Bung Karno menyebut kemerdekaan sebagai “jembatan emas” untuk menyeberangkan rakyat menuju kesejahteraan.

Tan Malaka pernah mengingatkan bahwa “kemerdekaan hanyalah sebuah jembatan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, bukan tujuan akhir.” Kata-kata ini menegaskan bahwa kemerdekaan tidak boleh berhenti pada seremoni, tapi harus diwujudkan dalam kebijakan nyata yang berpihak pada rakyat kecil.

Soe Hok Gie, seorang intelektual muda yang kritis, juga menulis bahwa “lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.” Pesan ini relevan hingga hari ini: kemerdekaan harus dijaga dengan keberanian untuk bersuara, mengkritik ketidakadilan, dan menolak segala bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita bangsa.

Semangat para tokoh inilah yang kemudian dituangkan dalam konstitusi kita, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Namun, jika kita menengok ke Lombok Barat hari ini, amanat itu masih belum sepenuhnya diwujudkan. Potensi sumber daya alam dari tambang, laut, hutan, hingga pariwisata belum sepenuhnya memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Di banyak dusun, jalan masih rusak, akses pendidikan terbatas, dan ekonomi kerakyatan belum mendapatkan perhatian yang semestinya.

Refleksi kemerdekaan seharusnya membuat kita sadar, bahwa tugas bangsa ini belum selesai. Pemerintah daerah harus berani mengelola sumber daya secara transparan, memperkuat basis koperasi, serta memastikan pembangunan merata hingga ke pelosok. Sebab, makna merdeka sejati bukan sekadar bebas dari penjajah, melainkan ketika rakyat Lombok Barat benar-benar hidup dalam keadilan sosial dan kesejahteraan sebagaimana diimpikan oleh proklamator, diperjuangkan Tan Malaka, dan terus disuarakan oleh generasi kritis seperti Soe Hok Gie.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *